DARIACEH: Pertengahan Juni tahun 1878, suami pertama Cut Nyak Dhien, Ibrahim Lamnga syahid dalam pertempuran melawan Belanda di Gle Tarum. Teuku Umar kemudian tampil menjadi laki-laki pertama yang mengucapkan sumpah, hingga Cut Nyak Dhien tidak dapat menolak cintanya.
Cut Nyak Dhien adalah perempuan cantik dan pejuang yang banyak digemari pemuda. Bahkan oleh Teuku Umar yang usianya lebih muda enam tahun dari Cut Nyak Dhien.
Umar membawa cintanya itu hingga akhir hayat. Ia sampai menitip pesan khusus kepada Pang Laot sebelum syahid 11 Februari 1899. Membawa jasadnya ke hadapan Cut Nyak Dhien.
Baca juga: Abu Mudi
Terjepit Pasukan Jenderal Van Heutsz
Malam itu Umar bersama pasukannya sedang terjepit. Pasukan Jenderal Van Heutsz mengepung mereka.
Sambil beristirahat, Umar berseloroh kepada Pang Laot, pengawal setianya di Lhok Bubon. Ungkapan itu kemudian menjadi terkenal hingga saat ini.
“Singeh beungoh tanyoe tajeup kupi di keude Meulaboh atawa lon akan syahid.”
Musuh ternyata sudah mengetahui kehadiran pasukan Umar yang hendak memasuki Kota Meulaboh. Seorang pengkhianat memberitahukannya kepada Jenderal Van Heutsz.
Situasi menjadi sangat sulit. Pasukan Teuku Umar kehilangan banyak tenaga karena kekurangan makanan. Beberapa diantara mereka malah telah syahid terlebih dahulu.
Umar tau sedang berada dalam posisi sulit. Ia menitip pesan kepada Pang Laot. Tidak menyerahkan jasadnya kepada Belanda. Ia ingin Pang Laot membawanya kehadapan Cut Nyak Dhien dan Cut Gambang.
Gambang adalah putri dari Teuku Umar bersama Cut Nyak Dhien.
Pada detik terakhir perjuangannya, tubuh Teuku Umar bersimbang darah akibat berondongan senapan pasukan Jenderal Van Heursz. Pang Laot menunaikan janjinya. Ia membawa jasad Teuku Umar di gelap gulitanya malam itu.
Van Heutsz memerintahkan seluruh pasukannya untuk menemukan jasad Teuku Umar. Namun, tidak jua mereka temui.
Teuku Umar seakan ingin membuktikan sumpahnya terdahulu hingga ia menikah dengan Cut Nyak Dhien.
Baca juga: Pocut Meurah Intan, Bukan Perlawanan Biasa Kesultanan Aceh
Sumpah Cut Nyak Dhien
Selepas kepergian Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dhien bersumpah akan menikah dengan laki-laki yang mau membalaskan dendamnya kepada Belanda. Teuku Umar mengambil sumpah itu.
Pang Laot lalu membawanya kehadapan Cut Nyak Dhien dan Cut Gambang. Dihadapan jasad Umar, Dhien bersumpah, “Demi Allah, perang akan saya teruskan!”
Cut Nyak Dhien juga malah menampar anaknya Cut Gambang karena menangis di depan jasad Ayahnya. Ia berkata, “Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata untuk otang yang sudah syahid.”
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien sebenarnya adalah dua sepupu. Tetapi semasa kecil mereka tidak pernah bertemu dan hanya mengenal nama masing-masing. Di dalam tubuh keduanya mengalir darah Datuk Makudum Sari. Ia berasal dari Minangkabau dan pernah berjasa terhadap Sultan Aceh.
Umar lahir tahun 1854. Ayahnya adalah seorang Uleebalang bernama Teuku Ahmad Mahmud. Nenek dari pihak ayahnya adalah adik perempuan Raja Meulaboh.
Baca juga: Kedatangan Orang Arab Abad 1 H di Aceh [Tashi] Dalam Catatan Tionghoa
Memperdayai Belanda
Pilihan Teuku Umar di tahun 1883 awalnya membuat Cut Nyak Dhien kecewa besar. Ia menerima ajakan Van Teijn, Gubernur Hindia Belanda untuk bergabung ke dinas militer. Saat itu usianya baru 29 tahun.
Hanya butuh setahun bagi Teuku Umar untuk menjawab kekecewaan Cut Nyak Dhien. Ketika Raja Teunom menawan kapal Nicero milik Inggris, Belanda mengutus Umar untuk membebaskannya.
Umar lalu bersiasat. Untuk membebaskan kapal Nicero ia butuh logistik dan senjata yang banyak karena kekuatan Raja Teunom sangat kuat. Belanda menyetujuinya dengan catatan mengikutsertakan anggota pasukan Belanda.
Berita menggemparkan lalu berhembus. Umar dan pasukannya membunuh 32 anggota pasukan Belanda di tengah laut dan merampas seluruh persenjataan. Ia lalu bertemu Raja Teunom dan memintanya agar tuntunan 10 ribu dollar kepada Inggris dilanjutkan.
Sejak itu, umar lalu kembali ke pasukan Aceh dengan bekal persenjataan yang banyak.
Ahli Siasat Perang
Umar tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Tetapi ia adalah otodidak yang ahli siasat perang. Dengan bekal persenjataan Belanda, Umar bersama-sama Cut Nyak Dhien dan pasukannya berhasil merebut kembali enam wilayah Mukim dari penguasaan Belanda.
Sejak itu, Umar dan Cut Nyak Dhien menjadikan Lampisang (Aceh Besar) sebagai markas tentara Aceh. Lampisang adalah salah satu wilayah Mukim yang berhasil dibebaskan.
Belanda putus asa melawan pejuang Aceh. Mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk waktu yang lama. Belanda lalu bekerjasama dengan Kapten Hansen, pelaut Denmark. Belanda berani membayar 25 ribu Dollar untuk kepala Teuku Umar.
Ketika Hansen merapat ke dermaga Rigaih 15 Juni 1886 dengan kapal Hot Canton, mereka berusaha menjebak Umar. Hansen meminta Umar datang sendiri menemuinya untuk menerima pembayaran lada. Tetapi ia sudah lebih dulu curiga. Umar memerintahkan pasukannya untuk menyusup ke kapal Hot Canton.
Esok paginya, ia datang sendiri ke kapal Hot Canton sesuai permintaan sang kapten. Hansen membeli lada senilai 5 ribu Dollar kepada Umar.
Bukannya membayar hasil lada dari Aceh, Hansen malah meminta anak buahnya untuk menangkap Umar. Ia tidak tau bahwa pasukan Umar telah terlebih dahulu mengepung kapalnya. Hansen berhasil dilumpuhkan. Ia tertembak hingga mati saat berusaha melarikan diri.
Belanda semakin marah dan putus asa.
Deykerhoff
September 1893, Umar bersama sejumlah panglima di bawah komandonya menyerahkan diri kembali kepada Gubernur Hindia Belanda di Kutaradja, Deykerhoff. Umar kembali berhasil memperdayai Belanda dengan sangat meyakinkan.
Ia menjamu para pembesar Belanda d rumahnya dan berpura-pura berperang untuk mereka. Tetapi Umar ternyata hanya berperang menumpas para Uleebalang yang gemar merampas harta rakyat.
Umar lalu mendapat gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland. Cut Nyak Dhien kembali marah atas ulahnya.
Tetapi tiga tahun berselang, Umar kembali memihak Aceh dengan membawa 380 senapan kokang, 800 senapan lama, 25 ribu butir peluru, 500 kilogram mesiu, dan 120 ribu sumbu mesiu. Termasuk uang 18 ribu Dollar.
Belanda marah besar dan memecar Deykerhoff dan menggantinya dengan Vetter.