DARIACEH: Zuhud artinya berpaling dari dunia dan menghapus pengaruhnya di hati. Ali bin Abi Thalib Radhiallu’anhu adalah suami dari putri tercinta Rasulullah Sallahu’alaihi wasalalm (Fatimah Az-Zahra) yang terkenal karena kezuhudannya.
Ali bahkan mendapat gelar Al-Imam Az-Zahidin (imamnya orang zuhud). Beliau juga merupakan sepupu sekaligus shahabat yang tegas dan ditakuti lawan di medan pertempuran.
Tidak hanya itu, Ali juga bergelar Sathwatullah yang berarti penyerang dari Allah S.W.T. Gelar tersebut merefleksikan betapa marahnya Ali terhadap orang-orang yang mendustakan agama.
Baca juga: Bos Hyundai Asia Pacific Jadi Mualaf Setelah Terinspirasi Keluarga Aceh
Karena zuhud artinya menganggap dunia ini kecillah, Ali sampai mengatakan,
الدنيا جيفة فمن أراد منها شيئا فليصبر علي مخالطة الكلاب
“Dunia ini bagai bangkai, siapa saja yang menghendaki sesuatu dari dunia hendak rela ia bagaikan anjing.”
Ali malah juga mengungkapkan tentang cerai tiga pada dunia,
يا دنيا غري بغيري فقد طلقتك ثلاثا
“Wahai dunia, tipulah selain aku. Aku menceraikanmu tiga.”
Begitu pula tentang umur dunia yang singkat,
عمرك قصير، ومجلسك حقير، وخطرك كبير أه أه من قلة الزاد وبعد السفر ووحشة الطريق
“Umurmu singkat, mejelismu hina, bahayamu besar. Aduhai sedikit bekalan, jauh perjalanan dan jalan banyak rintangan.”
Arti Zuhud
Secara etimologis, zuhud berasal dari bahasa Arab z-h-d yang artinya berpaling dari atau meninggalkan sesuatu.
Sedangkan secara terminologis zuhud artinya berpaling dari dunia dan segala bencananya; berpegang teguh pada ketaqwaan dan amal shaleh, disertai ikhtiar atau usaha.
Imam Junaidi mengungkapkan bahwa zuhud adalah menganggap dunia kecil dan menghapus pengaruhnya di hati.
Dalam sebuah hadis riwayat A-Tirmidzi dari Abu Dzar, Nabi Shallahu’alaihi wasallam bersabda,
الزَّهَادَةُ فِى الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِتَحْرِيمِ الْحَلاَلِ وَلاَ إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنَّ الزَّهَادَةَ فِى الدُّنْيَا أَنْ لاَ تَكُونَ بِمَا فِى يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِمَّا فِى يَدَىِ اللَّهِ وَأَنْ تَكُونَ فِى ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أَنْتَ أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ
“Zuhud terhadap dunia bukanlah dengan mengharamkan sesuatu yang halal atau menyia-nyiakan harta begitu saja. Tetapi merasa hati lebih terpaut kepada apa yang disisi Allah daripada kepada harta yang ia miliki. Zuhud juga memiliki arti lebih berharap kepada pahala dari musibah yang menimpanya, daripada musibah itu sendiri tidak ada.”
Peringatan Al-Qur’an Tentang Dunia
Dalam surat Al-Ahzab, ayat 28, Allah SWT mengingatkan dengan sangat keras kepada manusia yang hanya menginnginkan dunia.
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ اِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا فَتَعَالَيْنَ اُمَتِّعْكُنَّ وَاُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik”.”
Dalam tafsir Kementerian Agama R.I, asbabun nuzul ayat ini menjelaskan tentang kemenangan pada Perang Khandak.
Saat itu kaum mukmin mendapat banyak ghanimah, tidak terkecuali Nabi Muhammad. Istri-istri beliau mengetahui hal ini dan mohon untuk diperkenalkan menikmatinya.
Menanggapi permintaan ini Allah berfirman kepada Nabi, “Wahai Nab!, Katakanlah kepada istri-istrimu dan berilah mereka dua pilihan. ‘Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya sebagaimana para istri raja atau Kisra, padahal hal itu berpotensi memalingkanmu dari zikir kepada Allah, maka dengan kesadaran, kemarilah agar kuberikan kepadamu mut’ah, yaitu hadiah yang meringankan beban yang dipikul seorang perempuan akibat perceraian, dan setelah itu aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.